Kami Memberi Solusi Perjalanan Anda

Jumat, 17 Maret 2023

Mesjid Raya Sumatera Barat, Masjid terbesar di Sumatera Barat, Indonesia

 Masjid Raya Sumatra Barat




Masjid Raya Sumatra Barat adalah masjid terbesar di Sumatra Barat yang terletak di Jalan Khatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Diawali peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007, pembangunannya tuntas pada 4 Januari 2019 dengan total biaya sekitar Rp325–330 miliar, sebagian besar menggunakan dana APBD Sumatra Barat. Pengerjaannya dilakukan secara bertahap karena keterbatasan anggaran dari provinsi.

Masjid Raya Sumatra Barat.

Informasi umum

Letak : Kota Padang, Sumatra Barat, Indonesia

Kepemimpinan : Pemerintah Provinsi Sumatra Barat

Deskripsi arsitektur : ArsitekRizal Muslimin Tahun selesai : 4 Januari 2019

Biaya pembangunan : Sekitar Rp325–330 miliar

Spesifikasi Kapasitas : 5.000–6.000 orang

Tinggi (maks) : 47 meter (154 kaki)

Menara1 : Tinggi menara : 85 meter (279 kaki)


Konstruksi masjid terdiri dari tiga lantai. Ruang utama yang dipergunakan sebagai ruang salat terletak di lantai atas, memiliki teras yang melandai ke jalan. Denah masjid berbentuk persegi yang melancip di empat penjurunya, mengingatkan bentuk bentangan kain ketika empat kabilah suku Quraisy di Mekkah berbagi kehormatan memindahkan batu Hajar Aswad. Bentuk sudut lancip sekaligus mewakili atap bergonjong pada rumah adat Minangkabau rumah gadang.

Masjid Raya Sumatra Barat menurut rencana dibangun dengan biaya sedikitnya Rp500 miliar karena rancangannya didesain dengan konstruksi tahan gempa. Kerajaan Arab Saudipernah mengirim bantuan sekitar Rp500 miliar untuk pembangunan masjid, tetapi karena terjadi gempa bumi pada 2009, peruntukan bantuan dialihkan oleh pemerintah pusat untuk keperluan rehabilitasi dan rekonstruksi di Sumatra Barat. Pada 2015, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla meminta anggaran pembangunan dipangkas. Pemangkasan anggaran membuat desain masjid berubah di tengah jalan, termasuk jumlah menara dari awalnya empat menjadi satu.

Pembangunan

Peletakan batu pertama

Kompleks Masjid Raya Sumatra Barat menempati area seluas 40.343 meter persegi di perempatan Jalan Khatib Sulaiman dan Jalan Ahmad Dahlan. Bangunan utama yakni masjid terdiri dari tiga lantai dengan denah seluas 4.430 meter persegi. Peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan dilakukan pada 21 Desember 2007 oleh Gubernur Sumatra Barat Gamawan Fauzi.

Sampai 2012, pengerjaan pembangunan masjid telah melewati empat tahap. Tahap pertama untuk menyelesaikan struktur bangunan menghabiskan waktu dua tahun sejak dimulai pada awal tahun 2008. Tahap kedua dilanjutkan dengan pengerjaan ruang salat dan tempat wudu pada 2010. Tahap ketiga selama tahun berikutnya meliputi pemasangan keramik lantai dan eksterior masjid. Tiga tahap pertama berjalan dengan mengandalkan akomodasi APBD Sumatra Barat sebesar Rp103,871 miliar, Rp15,288 miliar, dan Rp31 miliar. Memasuki tahap keempat yang dimulai pada pertengahan 2012, pengerjaan menggunakan kontrak tahun jamak. Tahap keempat menggandalkan anggaran sebesar Rp25,5 miliar untuk menyelesaikan ramp, teras yang melandai ke jalan. Pekerjaan pembangunan sempat terhenti selama tahun 2013 karena ketiadaan anggaran dari provinsi.

Terkait keterbatasan pendanaan, alokasi APBD Sumatra Barat untuk pembangunan masjid semula direncanakan hanya sebagai dana stimulan. Pada awalnya, panitia pembangunan yang diketuai oleh Marlis Rahman sempat menghimpun sumbangan masyarakat untuk membantu pembangunan masjid disamping melakukan kerja sama dengan pihak swasta dan negara Timur Tengah. Bantuan dari masyarakat dan perantau, termasuk donasi via nada sambunghanya berjalan untuk tahap pertama pembangunan.

Pada 2009, Kerajaan Arab Saudi telah berencana mengirimkan bantuan untuk mendukung pembangunan masjid. Namun, bantuan dari Arab Saudi bernilai 50 juta dolar Amerika Serikat datang bersamaan dengan gempa bumi yang melanda Sumatra Baratsehingga pemerintah pusat melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasionalmengalihkan peruntukan bantuan untuk keperluan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana.

Meski tidak rutin, Masjid Raya Sumbar telah mulai digunakan untuk ibadah sejak awal tahun 2012, terutama Salat Jumat dan Salat Ied. Masjid ini mulai menjadi tuan rumah kegiatan keagamaan tingkat Sumatera Barat seperti tablig akbar dan pertemuan diadakan. Pemerintah provinsi memusatkan kegiatan wirid rutin jajaran pegawai negeri sipil untuk memperkenalkan masjid.[9][10] Frekuensi pemakaian masih terbatas karena belum rampungnya fasilitas listrik dan ketiadaan air bersih.

Pemakaian perdana

Masjid Raya Sumbar saat pemakaian perdana, 2014

Mengawali tahun 2014, Pemerintah Turkimengirimkan bantuan karpet permadani untuk mendukung penyelenggaran ibadah seiring kerja sama yang dibangun oleh pemerintah provinsi. Salat Jumat perdana menandai pembukaan Masjid Raya Sumatra Barat untuk salat rutin pada 7 Februari 2014. Masjid dibuka untuk umum dengan frekuensi terbatas, karena belum rampungnya fasilitas listrik dan air bersih. Masjid Raya Sumatra Barat untuk kali petama digunakan sepanjang malam bulan Ramadhan.

Pada tahun 2014, pemerintah provinsi kembali menganggarkan dana Rp17,19 miliar untuk pembangunan tahap kelima, meliputi pengerjaan interior kubah. Selama pengerjaan, kegiatan ibadah diselenggarakan di lantai dasar. Penyelesaian ramp yang diguanakan sebagai jalur evakuasi dikerjakan dengan memanfaatkan anggaran sebesar Rp14,5 miliar dari APBD provinsi pada tahun 2015. Memasuki pertengahan 2016, penyelesaian fasad dan lantai atas masjid dilanjutkan dengan menggunakan alokasi dana Rp37,2 miliar dari pemerintah provinsi. Akibatnya, masjid ditutup untuk kegiatan ibadah sejak 19 September. Sampai tahun 2016, ketujuh tahap pertama pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat telah menghabiskan anggaran Rp240,751 miliar.

Penyelesaian

Pada 2016, pemerintah Sumatra Barat mendapat bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum RI sebesar Rp10,1 miliar yang digunakan untuk pembangunan pekarangan. Pada tahap kedelapan, kelanjutan pembangunan dibiayai melalui penerimaan dana bantuan keuangan khusus dari dua provinsi yakni Jawa Barat dan Papua dengan total sebesar Rp12,5 miliar. Anggaran bersumber dari pemerintah provinsi Papua sebesar Rp5 miliar dan Jawa Barat sebesar Rp7,5 miliar. Bantuan tersebut digunakan untuk penyelesaian lantai dasar masjid yang akan dijadikan ruangan pertemuan, ruang penjagaan, pustaka, instansi listrik, dan lain-lain.

Penyelesaian mihrab pada lantai atas dan area parkir menurut rencana akan didanai dari APBD Sumatra Barat 2017. Setelah penetapan APBD 2017, Masjid Raya Su­matera Barat kembali mendapat penambahan anggaran sebesar Rp19,5 miliar untuk pembangunan satu menara, berubah dari rancangan awal sebanyak empat menara. Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum RI kembali memberi tambahan dana untuk penyelesaian taman dan area parkir masjid sebesar Rp31,4 miliar.

Pada 2018, pemerintah daerah memberikan perpanjangan waktu kepada kontraktor untuk menyelesaikan menara karena molor dari target yang ditetapkan. Pembangunan menara sampai pada 31 Desember 2017 memakan biaya Rp14,4 miliar, sementara sisa biaya sebesar Rp5,1 miliar dianggarkan kembali pada APBD 2018 yang digabungkan dengan biaya penyelesaian interior masjid dan menara. Biaya penyelesiaan pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat yang dianggarkan pada APBD 2018 yakni sebesar Rp11,4 miliar. Adapun dari pemerintah pusat, terdapat tambahan dana untuk pembangunan pagar yang belum selesai.

Selama pengerjaan interior, kegiatan ibadah dipindahkan ke lantai dasar, terhitung sejak 16 Juli 2018.Pada awal tahun 2019, lantai atas masjid kembali dibuka untuk umum yang ditandai dengan salat Jumat perdana pada 4 Januari 2019. Pembukaan ini sekaligus menandai tuntasnya pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat.

Arsitekturt

Arsitektur Masjid Raya Sumatra Barat memakai rancangan yang dikerjakan oleh arsitek Rizal Muslimin, pemenang sayembara desain yang diikuti oleh 323 peserta dari berbagai negara pada 2007. Pemenang utama sayembara mendapatkan hadiah Rp150 juta dari total hadiah Rp300 juta yang diberikan Pemprov Sumbar. 71 desain masuk sebagai nominasi dan diseleksi oleh tim juri yang diketuai oleh sastrawan Wisran Hadi.

Masjid Raya Sumatra Barat menampilkan arsitektur modern yang tak identik dengan kubah. Atap bangunan menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad. Ketika empat kabilah suku Quraisy di Mekkah berselisih pendapat mengenai siapa yang berhak memindahkan batu Hajar Aswad ke tempat semula setelah renovasi Kakbah, Nabi Muhammad memutuskan meletakkan batu Hajar Aswad di atas selembar kain sehingga dapat diusung bersama oleh perwakilan dari setiap kabilah dengan memegang masing-masing sudut kain.

Konstruksi bangunan dirancang menyikapi kondisi geografis Sumatra Barat yang beberapa kali diguncang gempa berkekuatan besar. Masjid ini ditopang oleh 631 tiang pancang dengan pondasi poer berdiameter 1,7 meter pada kedalaman 7,7 meter. Dengan kondisi topografi yang masih dalam keadaan rawa, kedalaman setiap pondasi tidak dipatok karena menyesuaikan titik jenuh tanah tanah.

Ruang utama yang dipergunakan sebagai tempat salat terletak di lantai atas berupa ruang lepas. Lantai atas dengan elevasi tujuh meter terhubung ke permukaan jalan melalui ramp, teras terbuka yang melandai ke jalan. Dengan luas 4.430 meter persegi, lantai atas diperkirakan dapat menampung 5.000–6.000 jemaah. Adapun lantai dua berupa mezaninberbentuk leter U memiliki luas 1.832 meter persegi.

Konstruksi rangka atap menggunakan pipa baja. Gaya vertikal beban atap didistribusikan oleh empat kolom beton miring setinggi 47 meter dan dua balok beton lengkung yang mempertemukan kolom beton miring secara diagonal. Setiap kolom miring ditancapkan ke dalam tanah dengan kedalaman 21 meter, memiliki pondasi tiang bor sebanyak 24 titik dengan diameter 80 centimeter. Pekerjaan kolom miring melewati 13 tahap pengecoran selama 108 hari dengan memperhatikan titik koordinat yang tepat.

Masjid Raya Sumatra Barat membutuhkan biaya yang besar untuk perawatan dan operasional, meliputi mekanikal, perawatan kontruksi, dan petugas, dengan total kebutuhan dana Rp4,2 miliar per tahun.


Sumber tulisan dan photo :

WIKIPEDIA DAN KOLEKSI PRIBADI


Bagi Anda yg ingin melihat dan merasakan langsung Keindahan Mesjid Raya Sumatera Barat bisa menghubungi Custumer Service kami :

Denni Aldes Sutan Rajo Mantari

HP/WA : 0853 6459 4128

Kami siap melayani Anda.

Jumat, 03 Maret 2023

BUKITTINGGI KOTA WISATA

Melanjutkan perjalanan dari Kota Padang, kita sekarang menuju Kota Bukittinggi yang dikenal dengan julukan Kota Wisata atau Kota Sanjai. Anda sudah asing lagi dengan julukan bagi Kota Bukittinggi ini karena untuk julukan Kota Sanjai (baca : Kerupuk / Kripik Sanjai) di sebabkan oleh makanan khas yang berasal dari kota ini yaitu Kerupuk Sanjai yang berasal dari Ubi Kayu atau Singkong yang di awalnya dibuat di daerah Sanjai Bukittinggi ini sehingga menjadi trademark nya kota Bukittinggi.


Perjalanan dari Kota Padang menuju Kota Bukittinggi yang berjarak 91 km dapat ditempuh dalam waktu kurang dari 2 jam, melewati jalan utama yang mulus. Hamparan sawah mengiringi perjalanan kita menuju Kota Wisata ini. Tak ketinggalan, saat kita memasuki perbatasan Kabupaten Padang Pariaman dengan Kabupaten Tanah Datar, kita akan melewati Kawasan Hutan Lindung Lembah Anai yang terkenal dengan Air Terjun Lembah Anai. Kawasan ini juga merupakan Lokasi Wisata Alam yang sering dikunjungi oleh para wisatawan lokal dan manca negara. Kawasan Lembah Anai terdiri dari hamparan bukit gugusan Bukit Barisan yang ditumbuhi oleh aneka ragam tumbuhan hutan dan satwa. Udaranya yang sejuk menambah kenyamanan kita dalam perjalanan.


Jalan mendaki merupakan ciri khas alam Sumatera Barat karena jalan-jalan utama berada di pinggir bukit dan merupakan pesona alam yang indah. Tanjakan jalan akan terus kita temui menjelang saatnya kita meninggalkan Kota Padang Panjang, kota yang kita lewati menuju Kota Bukittinggi.

Kota Bukittinggi dikenal dengan wisata alam dan wisata sejarahnya. Ciri khas wisata sejarah yang dimiliki adalah Jam Gadang yang merupakan warisan sejarah paling berharga dengan keunikan yang dimiliki oleh Jam Gadang adalah terletak pada angka 4 romawi, seharusnya menurut angka romawi adalah IV namun di Jam Gadang ini dituliskan IIII. Apabila anda kurang yakin silahkan lihat sendiri dan hebatnya lagi, meskipun Jam Gadang ini telah berusia berabad-abad namun masih tetap berfungsi dengan baik dan menjadi pedoman waktu bagi seluruh warga yang bisa menyaksikan Jam Gadang ini.

Selain Jam Gadang, ada juga peninggalan sejarah yaitu Benteng Ford De Kook dan Lubang Jepang. Kedua lokasi ini dapat mudah dijangkau dari Jam Gadang. Benteng Ford De Kook dapat kita tempuh dengan berjalan kaki melewati Kebun Binatang atau dikenal Taman Puti Bungsu. Ditaman ini di tempatkan aneka ragam satwa yang dilindungi sebagai sarana hiburan dan pendidikan bagi anak-anak. Kebun Binatang ini menghubungkan jalan ke Benteng Ford De Kook dengan melewati Jembatan Limpapeh yaitu jembatan gantung yang berdiri diatas jalan utama Kota Bukittinggi yaitu Jalan A. Yani atau lebih dikenal orang dengan Kampung China (Pecinan).

Perjalanan ini akan terasa kurang nikmatnya apabila kita belum mencicipi masakan khas Bukittinggi yaitu Masakan Gulai Kapau dan Randang. Masakan Gulai Kapau ini terdiri dari gulai santan yang diisi dengan sayur nangka, lobak, kacang panjang serta gulai usus.


Melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki sangat mengasyikkan sekaligus menghirup udara pegunungan karena Kota Bukittinggi dilingkari oleh 2 gunung yaitu Gunung Merapi dan Gunung Singgalang. Hanya butuh waktu 10 menit, kita telah sampai di Lubang Jepang yang berada di Kawasan Panorama Ngarai Sianok. Disini terdapat Lubang Jepang yang merupakan peningggalan penjajajh Jepang. Lubang Jepang ini mempunyai ukuran yang lumayan panjang yang bisa tembus ke dekat lokasi Ngarai Sianok (lembah). Memandang alam sekitar dengan berdiri pada lokasi Panorama ini sangat mengesankan. Kita bisa melihat pemandangan alam menuju Ngarai Sianok yang sangat indah serta apabila kita berkeinginan untuk turun langsung bercengkrama menikmati kesejukan air Ngarai  Sianok dapat melewati tangga yang telah disediakan. Walau pun anak tangganya cukup banyak, kepenatan akan terobati setelah bersentuhan langsung dengan air Ngarai Sianok yang sejuk.

Keindahan dan kenikmatan perjalanan ini akan terasa nikmat apabila anda sendiri yang langsung merasakan. Selamat menikmati wisata alam dan sejarah di Kota Bukittinggi Kota Wisata.
.

Sumber ; 
Pengalaman Pribadi

Mesjid Raya Sumatera Barat, Masjid terbesar di Sumatera Barat, Indonesia

 Masjid Raya Sumatra Barat Masjid Raya Sumatra Barat adalah masjid terbesar di Sumatra Barat yang terletak di Jalan Khatib Sulaiman, Kecamat...